Semenjak berakhirnya era Zidane, ada satu pertanyaan yang membayangi saya, siapa playmaker murni terbaik setelahnya ? jika kita flashback ke belakang pertengahan 90-an sampai 2000-an awal, kita mengerti bagaimana begitu memukaunya posisi yang disebut Si Nomor 10 ini. Umpan-umpanya akurat luar biasa, tekniknya very amazing, kecerdasan dan visi permainan mereka sangat tajam. Kita seakan berpikir, mana bisa sebuah tim juara tanpa mempunyai playmaker jempolan.
Fenomena hilangnya peran vital playmaker seperti berbarengan dengan raibnya tipe-tipe penyerang klasik seperti Olivier Bierhoff, Fillipo Inzaghi, Hernan Crespo, Davor Suker atau Christian Vieri. Apakah anda merasakannya juga ? tipe-tipe Classic No. 9 dulunya begitu merajai lini depan liga-liga top dunia sekarang sangat susah ditemui. Belum lagi dengan kasus jarangnya akhir-akhir ini saya lihat di tim-tim besar menempatkan pemain-pemain setipe dengan Edgar Davids atau Roy Keane sebagai gelandang bertahan regulernya.
Inilah yang saya maksud kemurnian dalam sepak bola. Striker murni, playmaker murni atau gelandang bertahan murni. Kenapa posisi-posisi mereka bisa saya sebut murni atau classic ? apa dasar dan definisi murni itu sendiri bagi saya ? Mudah saja, karena mereka tidak bisa memainkan posisi lain selain posisi murni mereka masing-masing itu tadi. Bisa dibayangkan bagaimana hancurnya sebuah tim jika Zidane mengisi pos bek sentral ? Mungkin lawan kata dari murni ini dalam sepak bola adalah versatile, tapi versatile dalam sepak bola bagi saya lebih luas lagi.
Peran Posisi Murni
Dalam pandangan saya pribadi, playmaker adalah gelandang yang sangat berfungsi ketika bola dikuasai namun sangat sedikit keterlibatan mereka ketika bola tidak dikuasai tim-nya. Posisi mereka dibelakang striker, biasanya memiliki teknik control dan keeping bola yang baik, umpan (datar/lambung) yang akurat, tidak terlalu eksplosif, set piece taker yang handal, visi yang bagus dan tentu saja cerdas. Ciri-ciri lainnya mereka cenderung tidak memiliki fisik yang kokoh, tidak terlalu cepat, namun bola begitu susah direbut darinya dan umpan-umpannya sangat cocok dengan pergerakan tim. The Classic No.10, ini sebutan lainnya. Zinedine Zidane, Juan Riquelme, Fernando Redondo, Rui Costa, Pavel Nedved atau Juan Sebastian Veron adalah nama-nama pemain yang mahir sebagai si nomor 10.
Nah, yang persis berbanding terbalik dengan playmaker ini adalah gelandang bertahan murni. Seperti yin dan yang, berbeda tapi saling mengisi dan tak terpisahkan, pendamping sempurna playmaker adalah classic defensive midlfielder. Ada juga yang menyebutnya sebagai gelandang bertahan dengan tipe destroyer (penghancur). Gelandang bertahan murni selaiknya Gennaro Gattuso atau Edgar Davids mudah dikenali namun jarang diperhatikan. Jika dalam sebuah pertandingan anda melihat seorang gelandang yang bermain keras (kadang-kadang kasar), sangat mengandalkan fisik, memiliki stamina yang joss, dan tekel yang efektif, namun di sisi berlawan tidak bisa berlama-lama dengan bola, tidak pernah menyentuh daerah pinalti lawan dan gaya permainannya tidak menarik, itu-lah gelandang bertahan murni yang sedang anda lihat.
Beda cerita dengan tipe striker murni. Ini lebih mudah lagi men-definisikannya karena tugasnya hanya satu dan itu adalah gol. Mereka adalah pemain-pemain yang sangat mengandalkan naluri ketimbang tehnik mengolah bola. Penempatan posisi, timing dan insting adalah kuncinya, semuanya tentang efetifitas. Lupakan soal visi, dribble, speed atau power, kalaupun ada yang diberkahi salah satunya, its just a bonus. Memang apa yang bisa dilakukan Inzaghi untuk melewati lawan sampai bisa mencetak ratusan gol begitu ? Apakah jumping power Bierhoff lebih tinggi dari pemain lain sehingga dia sampai dijuluki raja udara ? Lalu bagaimana bisa pemain seperti Crespo yang tidak bisa lari itu menjadi salah satu striker asing paling subur di Serie A ? Ya, insting-lah jawabannya atau bahasa lainnya soft skill. Untuk menyukai striker-striker ini dibutuhkan hati, karena itu tadi, keunggulan mereka ada di soft skill yang tak kasat mata.
Berubahnya Gaya Permainan
Ini ibarat hewan langka yang habitatnya hilang atau beralih fungsi, pilihannya hanya dua, kalau tidak penurunan populasi ya beradaptasi dengan lingkungan baru. Sepak bola pun sama, memasuki pertengahan dekade pertama milenium baru, gaya permainan berubah menjadi semakin dinamis dari sebelumnya. Inilah perubahan, tidak ada yang abadi kecuali perubahan itu sendiri. Di awal abad 20 variasi formasi penamaannya dikenal dengan sebutan Danubian, WM dan seterusnya. Lambat laun digantikan dengan formasi dasar format 3 bek : 2 stopper dan 1 libero (3-5-2, 3-4-3, dst). Lalu ketika sepak bola memasuki jaman modern, muncul-lah gaya yang lebih dinamis dengan 4 bek sejajar. Nah, sekarang inilah kita mengenal formasi-formasi yang lebih njelimet ditambah dengan variasi posisi-posisi baru dengan cara kerjanya yang membuat kita semakin lelah meng-analisa (format favorit saat ini mungkin 4-2-3-1, 4-3-3 atau 4-4-1-1)
Kalau kita mau melihat strategi dan formasi yang ada saat ini, tuntutannya jelas sudah berbeda, karena fokusnya sudah ada pada pergerakan. Gampangnya begini, jika dulu positioning (posisi) yang paling penting sekarang menjadi movement (pergerakan). Movement diaggap lebih maju karena positioning menjadi bagian dari movement itu. Seorang striker harus menjadi bek paling depan saat kehilangan bola dan bek menjadi playmaker pertama saat tim memegang bola. Contoh : Dulu itu tugas gelandang bertahan adalah merebut bola dan segera melepasnya (entah clearance atau passing), selesai. Sekarang tidak, makanya muncul istilah holding midfielder atau box-to-box. Seorang holding midfielder harus kuat dalam bertahan dan bisa memainkan bola. Jika mereka tertinggal jauh didepan, lubang yang mereka tinggalkan bisa ditutupi sementara oleh bek tengah atau gelandang bertahan lain yang bisa saling mengisi tergantung mana yang paling dekat dengan si lawan pemegang bola. Inilah yang kita sebut dengan gaya bertahan zona marking.
Peran baru holding midfielder atau peran lainnya seperti deep lying playmaker (regista) yang saya rasa membuat playmaker classic tidak lagi menjadi kebutuhan pokok karena mereka yang akan mengatur tempo. Itupun bagi saya holding midfielder tidak menjadi tipe pemain yang wajib dimiliki oleh sebuah tim. Masih ada peran box-to-box atau central midfield dan peran gelandang lainnya. Mungkin next kita akan membedah peran-peran baru dalam sepak bola ini. Seharusnya sih kita bicarakan itu dulu sebelum artikel ini muncul. Tapi saya yakin membedah peran-peran baru tidak akan habis dibahas dalam 1 halaman, itulah mengapa saya menundanya dulu.
Semuanya berubah, gelandang tidak perlu lagi terlalu stylish atau terlalu keras, yang penting mereka bisa selalu ikut berpartisipasi ketika bertahan ataupun menyerang secara efektif. Karenanya muncul-lah peran-peran baru : holding midfielder, deep lying playmaker, central midfield, box-to-box, attacking midfield, free role, dst (gelandang), Forward, central forward, winger, wing forward, central winger, false nine, poacher dan sebagainya (striker). Buanyak, karena saat ini variasi permainan bermacam-macam dan begitu cair, bukan lagi terpaku pada angka formasi awal. Tidak ada formasi kuno atau modern, ini tentang pergerakan. Bahkan ada beberapa klub yang sukses menggunakan gaya lama dengan format 3 bek. Tapi semuanya bermain dengan berbagai variasi taktik dan pergerakan.
Banyak Stok, Sedikit Permintaan
Apakah ini berarti sosok posisi murni sudah tidak banyak ? ya pastinya. Tapi hukum sepak bola tidak seperti hukum pasar, dimana ada permintaan disitu ada barang, disitu ada produksi. Bakat adalah hak alam, pemain-pemain dengan bakat alami seperti playmaker tetap bermunculan. Disinilah adilnya Tuhan karena kita diberikan kemampuan alami untuk beradaptasi.
Banyak pemain-pemain yang bermain di masa transisi (anggaplah periode itu antara 2003-2006) yang memiliki bakat sebagai seorang playmaker atau striker murni. Maka mereka-lah yang harus menyesuaikan diri, bukan sebaliknya. Beberapa sukses, beberapa juga tersingkir. Mesut Ozil, Luca Modric, Lewandowski, dan Nemanja Matic bisa menjadi contoh-contoh yang sukses. Ambil contoh Ozil, pemain ini bisa dibilang pemain dengan bakat alami playmaker terbaik di dekade awal milenium baru. Tapi selepas piala dunia 2006 dan perpindahannya ke Arsenal, dia bisa beradaptasi dengan baik untuk bermain diposisi sayap dan tetap mampu bermain secara reguler di Timnas maupun klub meski tidak diposisi natural-nya. Sama dengan Luka Modric untuk Real Madrid. Dia mampu meningkatkan kemampuan positioning-nya terutama dalam hal defends.
Situasi terbalik bisa kita ambil contoh dari kasus Diego Ribas. Pemain seangkatan Robinho ini memasuki usia emas persis di periode transisi pasca-modern (sebagian orang menyebutnya demikian). Karirnya melesat sejak usia muda dan semakin naik ketika pindah ke FC Porto dan Werder Bremen. Petaka karirnya datang ketika memutuskan hijrah ke Juventus 2009 lalu. Ini semua tentang adaptasi, Juventus yang masih mencoba bangkit setelah bebas dari degradasi lebih membutuhkan kestabilan dibanding kreatifitas dari seorang Diego Ribas.
Saat ini, hampir semua tim-tim kuat eropa tidak lagi menggunakan jasa pemain-pemain yang tidak mampu tampil dinamis. Real Madrid, Barcelona, Juventus, Chelsea, Man. City, Bayern Munich, Spurs, sampai Man. United. Mereka lebih mempercayakan posisi gelandang pada holding midfielder, box-to-box atau central midfiled dan central winger atau wing forward untuk lini depan yang bisa terus bergerak sepanjang pertandingan.
Ini seperti libero yang perlahan-lahan punah karena tidak terlalu dibutuhkan lagi karena perannya sudah bisa diisi oleh central bek. Terakhir kali saya melihat tim yang menjuarai Liga Champions dengan menggunakan playmaker murni adalah Inter dengan Sneijder-nya. Apa yang terjadi pada Oscar dan Andy Carroll menjadi contoh menarik lainnya. Oscar yang tidak memiliki kemampuan lain selain playmaker tergusur oleh kedatangan N’golo Kante di Chelsea dan saat ini ia terdampar di Liga China. Karir Andy Carroll merosot semenjak kepindahannya ke Liverpool yang berbarengan dengan Luis Suarez. Banderol Carroll yang lebih mahal dari Luis Suarez ternyata menghasilkan hasil yang berbeda jauh. Dari kejadian ini kita bisa tahu kan siapa yang bergaya klasik dan dinamis, dan kita pun tahu siapa yang lebih dibutuhkan dalam dunia sepak bola saat ini.
Kesimpulan
Seperti apa kata saya sebelumnya, alam tetap akan menghasilkan bakat-bakat alami secara terus menerus. Tapi ingat, bakat alami itu masih bersifat mentah dan perlu diolah lagi. Apa yang tidak dibutuhkan sepak bola itu gaya bermain dengan tipe klasik, bukan kemampuan atau skill-nya. Sampai kapan pun gelandang dengan umpan akurat akan dibutuhkan, 20 tahun kemudian sampai seterusnya insting membunuh tetap wajib dimiliki seorang striker jempolan, atau gelandang bertahan dengan tekel bersih akan tetap memiliki tempat sampai kapan-pun.
Ini tentang bagaimana menggunakan bakat itu dan untuk apa. Sama seperti seorang yang berbakat menyanyi, sekarang tinggal dia diarahkan untuk fokus ke genre apa, rock-kah, pop-kah atau malah dangdut. Tinggal si empunya bakat ini saja untuk mau tetap menyesuaikan diri. Toh, kedepannya semua akademi sepak bola akan mengarahkan semua anak didiknya bermain dengan cara terkini. Gaya bermain modern itu akan terbentuk otomatis sejalan dengan pengarahannya. Dan yang pasti sesuai dengan kemauan pasar. Kepunahan mungkin kata yang terlalu lebay atau mungkin lebih tepatnya sih peralihan. Lagian masih ada saja kok pelatih yang masih mau menggunakan playmaker, striker, atau gelandang bertahan murni, cuma memang tidak banyak, Mourinho salah satunya.
Tapi bagaimanapun saya pribadi sangat merindukan keberadaan striker-striker seperti Crespo atau Inzaghi. Saya ingat sindiran dari seorang Alm. Johann Cruiff mengomentari kemampuan Inzaghi : “Begini, dia itu (Inzaghi) tidak bisa bermain bola, hanya saja dia selalu berada di tempat dan waktu yang tepat untuk mencetak gol“. Unik memang. Itulah mengapa saya katakan butuh hati untuk menyukai striker seperti Inzaghi atau Crespo. Dan mesti orang itu harus mencintai sepak bola sepenuh hati, seperti saya dan saya yakin pun anda juga demikian.
Salam, virfast.net
Leave a Reply