Transfer yang Menghancurkan Karir

Transfer yang Menghancurkan Karir

Siapa nama pemain yang ada di otak kalian begitu mendengar judul artikel Ditas ? Saya sendir mempunyai beberapa nama, mereka adalah Michael Owen, Andry Shevchenko, dan Gaizka Mendieta. Saya yakin sebenarnya masih banyak nama-nama lain yang melakukan kesalahan fatal menentukan masa depanya di klub baru, namun saya hanya memilih mereka karena itulah yang paling ceroboh. Mereka pemain bintang, bukan pemain biasa atau masih berstatus sebagai pemain muda potensial.

Kalian mungkin bingung kemana nama-nama seperti Andy Carool yang pindah ke Liverpool, Marouane Chamakh menuju Arsenal, Torres yang gagal di Chelsea dan nama-nama lainnya. Saya tidak memasukan mereka karena pemain-pemain itu masih mempunyai cukup umur untuk kembali cemerlang seperti contohnya Forlan saat pindah dari Manchester United ke Villareal. Setelah lebur hancur performanya di MU, dia berhasil menemukan kembali puncak karirnya setelah memutuskan pindah. Dicatat juga ini bukan analisa tentang transfer terburuk untuk suatu klub dalam satu waktu atau analisa tentang pemain yang gagal setelah berpindah klub saat pemain itu sudah melewati masa emas. Patrick Vieira contohnya. Saya memang lebih percaya Vieira gagal bersinar karena memang masanya sudah habis.

Cerita tentang pemain-pemain ini lebih tragis dari itu. Kesalahan pindah klub ini benar-benar membuat karir pemain tersebut hancur, padahal sebelumnya status pemain ini sudah bukan lagi pemain muda potensial, tapi pemain bintang. Usia mereka juga belum memasuki usia senja. Perbaikan sudah coba dilakukan dengan mencoba pindah klub namun tetap saja gagal bangkit sampai akhirnya nama mereka terlupakan dan ditenggelamkan oleh supestar-superstar baru yang bermunculan. Jika kalian memiliki nama lain sesuai kriteria ini, silahkan ditambahkan. Mari kita lihat perjalanan pemain-pemain yang saya sebutkan itu, apa prestasi mereka sebelum pindah klub dan bagaimana penampilan mereka di klub barunya sampai akhirnya tenggelam ditelan jaman. Kenapa pemain seperti mereka bisa gagal ? kita akan coba bersama-sama mencari jawabannya.

1. Michael Owen

Inilah anak emas Liverpool, bahkan mungkin pada saat dia masih berbakti di Liverpool, Liverpudlian mencintainya melebihi mencintai Steven Gerrard. Owen menjadi pilar Liverpool dari tahun 1996-2004 dan lebih spesial lagi dia binaan asli akademi The Reds. Saat masih di Liverpool dia berhasil menggondol penghargaan individu Ballon d’or atau pemain terbaik Eropa 2001 dengan manyisihkan kandidat kuat macam Raul Gonzales yang berhasil membawa Real Madrid menjadi yang terbaik di benua Eropa pada musim itu. Meskipun penghargaan ini diperdebatkan, namun itulah faktanya. Prestasi yang melambungkan namanya itu terjadi pada musim 2000-01. Owen berhasil mengantarkan Liverpool menggondol 5 gelar sekaligus, yaitu  UEFA Cup, FA Cup, Football League Cup (Piala Carling), Community Shield dan UEFA Super Cup. Pemain ini juga berhasil menyabet Golden Boot 2 kali berturut turut pada kampanye musim 1998 dan 1999 Liga Premier Inggris.

Sumbangsihnya bagi timnas Inggris juga sangat baik. Dialah striker utama timnas The Three Lions. Saya juga berani bertaruh, kalaupun Rooney satu angkatan dengannya, Owen tetap tidak akan tergeser dari statusnya sebagai striker utama timnas Inggris. Yang paling saya ingat dari penampilannya untuk Timnas tentu saat hat- trick nya yang menghancurkan Jerman dikandang sendiri dengan skor akhir 1-5 untuk Inggris. Di piala dunia pun dia sangat garang, walaupun masih gagal membantu Inggris berbicara banyak di turnamen terbesar sejagat itu. Total statistiknya di timnas cukup bagus, 89 caps dengan 40 gol. Statistiknya di Liverpool bahkan lebih luar biasa lagi, 158 gol dari 297 pertandingan. Luar biasa kan ?

Kebintangan pemain ini mulai meredup saat dia memutuskan pindah dari klub yang sudah membesarkan namanya menuju klub yang paling ambisius didunia yaitu Real Madrid. El Real meminangnya dengan mahar ‘hanya’ 8 juta Euro! Saya juga tidak mengerti, strategi transfer macam apa yg dilakukan Liverpool tersebut. Mereka melepas Wonder Kid ini dengan harga yang sangat murah kepada klub kaya.

Owen Saat Direkrut Madrid

Di klub barunya ini, Owen mengalami start yang sangat lambat. Dia lebih sering jadi penghangat bangku cadangan ketimbang berlari mengejar bola di lapangan. Bagaimana tidak, selain cidera yang menghambatnya, saingannya dalam memperebutkan posisi reguler adalah Ronaldo dan kapten sekaligus pujaan fans Raul Gonzales. Kritik pedas sering dilancarkan Madridistas kepadanya. Owen sebenarnya mampu kembali produktif mencetak gol. Namun sayang, kedatangan duo Brazil Robinho dan J. Baptista di musim 2005 tambah mempersempit peluang bermain Owen, padahal 2 pemain ini nantinya juga menjadi pemain yang terbuang di Madrid.

Secara keseluruhan statistik Owen di Madrid adalah 18 gol dari 49 pertandingan, 15 diantaranya sebagai starter. Jika dilihat dari jumlah menit presentase gol, menurut saya Owen sebenarnya tidak tampil terlalu buruk apalagi ditambah fakta cedera yang rutin menyambanginya. Ya, tapi mau bagaimana lagi, semua perolehan itu tentu tidaklah cukup membuatnya bertahan di Madrid melihat ketatnya persaingan dan terlampau besarnya ekspektasi fans Real Madrid. Cukup satu tahun kebersamaannya dengan raksasa Spanyol itu. Peruntunganya pun berlanjut pulang ke negaranya dengan bergabung menuju Newcastle United. Di klub ini pun dia tidak sepenuhnya kembali menjadi the real Owen. Dia lebih banyak berkutat di cidera. Bahkan pada 2 musim awalnya di Newcastle dia hanya bermain sebanyak 14 pertandingan dengan 7 gol. 4 musim dihabiskannya di Newcastle dengan hasil yang rata-rata saja, total untuk Newcastle dia bermain di 79 laga dengan 30 gol. Akhirnya Newcastle pun memilih untuk tidak memperpanjang kembali kontraknya.

Kejutan terjadi disini, setelah putus kontraknya dengan Newcastle United, dia dikontrak oleh rival berat Liverpool, Manchester United. Nomor keramat 7 pun diberikan kepadanya. Tapi tetap saja, bahkan di tangan pelatih yang hebat dia tidak berhasil menemukan kembali apa yang dimilikinya dulu. Hanya gol penentunya pada Derby Manchester yang bisa saya ingat dari penampilannya selama 3 tahun di MU ini. Setelah kontraknya habis, kenyataan pahit kembali diterimanya seperti di Newcastle, pihak klub tidak mau memperpanjang masa baktinya. Di MU, Owen mempunyai statistik 52 pertandingan dengan 17 gol.

Pelabuhan selanjutnya dan menjadi yang terakhir dalam karirnya adalah klub papan tengah Stoke City. Lagi-lagi masalah cidera yang mengubur karirnya di klub ini. Hanya bertahan satu musim saja, Owen bermain untuk 9 pertandingan saja dengan sebiji gol. Di akhir musim, pemain yang pernah menjadi salah satu striker paling berbahaya di dunia ini memutuskan pensiun di usianya yang ke-33 tahun, usia yang terbilang dini. Tidak pantas rasanya pemain sekelas ini berakhir seperti itu.

 2. Andriy Shevchenko

Sheva dengan Seragam Chelsea

Siapa yang berani menyangkal bahwa kepindahannya ke Chelsea adalah bencana terbesar dalam karirnya ?. Di Milan dia adalah dewa, goal getter Rossoneri selama 7 tahun. Tidak ada striker bintang manapun mulai dari Inzaghi, Rivaldo, sampai Vieri yang mampu menggeser posisinya sebagai first target di Milan. Total 322 penampilan dilakoninya di AC Milan dengan 175 gol ! Total 5 gelar major dipersembahkannya kepada Milan yaitu Scudetto (2004), Coppa Italy (2003), Supercoppa Italy (2004), Liga Champions (2003) dan UEFA Super Cup (2003). Yang paling diingat oleh milanisti tentu tendangan penentunya saat drama pinalti melawan Juventus dan mempersembahkan Milan gelar Liga Champions yang ke-6. Penghargaan Ballon D’or juga pernah diraihnya saat berseragam Milan pada tahun 2004, 2 kali top scorer di Serie-A (2000 dan 2004), 2 kali juga menjadi yang tersubur di liga champions (1999 dan 2006). Untuk timnas Ukraina, tidak akan ada yang meragukan dia adalah andalan sekaligus kaptennya. Perolehan Sheva untuk negaranya adalah 111 caps dengan 48 gol, gol terbanyak sepanjang masa untuk Ukraina. Dialah bintang terbesar untuk sepakbola di negaranya.

Pantas memang saat Chelsea dikuasai oleh Roman Abramovic dia dihargai 43,87 juta euro sebagai mahar untuk mengambilnya dari Milan pada tahun 2006 yang memang pada saat itu mengalami krisis keuangan sehingga harus rela melepas pemain kesayangannya. Sempat terjadi clash antara owner dan Mourinho yang melatih Chelsea pada saat itu. Mourinho merasa tidak begitu membutuhkan Shevchenko karena sudah terpuaskan dengan penampilan Didier Drogba yang sudah direkrut Chelsea sebelumnya pada tahun 2004. Mourinho pun terpaksa memasukannya ke dalam skema permainan. Memang debut Sheva cukup manis dengan langsung mencetak gol meski timnya kalah dari Liverpool 2-1 di ajang Community Shield. Setelah itu, dia kalah bersaing dengan Drogba yang memang tampil lebih garang. Perolehan gol Drogba dengan Sheva adalah 1:2 (Drogba 33 & Sheva 14) pada musim 2006/07. Wajar jika the special one lebih memilih Drogba karena performanya. Mungkin inilah untuk pertama kalinya dalam karir seorang Shevchenko dia menjadi pelapis striker lain. Prestasinya menurun drastis di Chelsea. Kehancurannya semakin menjadi di musim selanjutnya 2007/08. Sudah kehilangan tempat di tim utama dia juga mengalami beberapa cidera. Total penampilannya pada musim itu adalah 25 kali disemua ajang dengan gol yang lebih parah yaitu 8. Semakin wajarlah jika dia tenggelam oleh penampilan Drogba yang tampil lebih stabil dan rajin mencetak gol.

Di musim selanjutnya dia mencoba berharap kembali menemukan ketajamannya dengan dipinjamkan ke klub lamanya AC Milan. Harapannya tentu menemukan kembali kehebantannya, Tapi sayang, harapannya tidak sejalan dengan realitas yang terjadi. Dia tetap tidak menemukan performanya yang dulu dan hanya dipercaya turun di 26 laga dengan jumlah gol hanya 2 biji di semua kompetisi.  Padahal bisa kita bayangkan, baru 2 tahun lalu dia masih menjadi bintang hebat di Milan, pelatihnya pun masih sama Carlo Ancelotti. Sambutan fans atas kembalinya striker maut mereka dulu itu juga biasa saja. Malah pemain yang dijadikan suksesornya termasuk nomor punggungnya yaitu Alexandre Pato semakin matang dan lebih dipilih menjadi striker utama Milan pada saat itu dibandingkan Sheva. Nahas!

Hanya satu tahun saja di Milan, dia kembali lagi ke Chelsea. Hasilnya bisa ditebak, dia hanya menemukan kembali keterpurukan. Cukup 1 pertandingan dimainkannya pada musim 2009/10 sebelum ditransfer ke klub professional pertamanya Dynamo Kyiv. Penampilannya harus saya katakan tidak begitu istimewa selama 3 tahun bermain di kampung halamannya sebelum akhirnya pensiun di usia yang 36 tahun. Kurang fatal apa transfernya ke Chelsea itu ?

 3. Gaizka Mendieta

Mendieta Saat Digaet Lazio

Speed mantap, tackling akurat, cerdas dalam memberikan pasing, dan rajin juga mencetak gol. Dia salah satu winger terbaik di masanya. Mengawali karir dari klub Divisi Segunda, mencapai puncak karirnya bersama Valencia, mengalami terjun bebas di Lazio dan berakhir di Middlesbrough. Itulahh biographi singkat dari winger asal Spanyol bernama Gaizka Mendieta. Karirnya begitu cemerlang bersama Valencia selama 9 tahun (termasuk di Valencia B), 240 match dan 49 gol. Prestasinya bersama Valencia adalah UEFA Intertoto Cup: 1998, Copa del Rey: 1998–99, Supercopa de España: 1999, dan 2 kali runner-up Liga Champion 2 tahun beruntun (1999/00 & 2000/01). Dia adalah gelandang terbaik versi UEFA 2 musim berturut-turut (1999/00 & 2000/01). Belum lagi performanya yang membantu Spanyo U-21 menjadi juara ke-2 dan ke-3 di kejuaraan Eropa tahun 1994 & 1996. Satu tempat di timnas Spanyol senior sudah pasti digenggam dirinya. Meskipun saat gelaran PD 2002 dia mengalami penurunan performa bersama Lazio dia tetap dipanggil membela negaranya.

Tahukah teman-teman sekalian berapa mahar Mendieta saat dipinang Lazio pada tahun 2001 lalu ? 28 juta pounds ! Itu adalah transfer termahal ke-6 pada masa itu. Lazio adalah raja Serie-A musim 1999/2000 sebelum akhirnya status itu direbut Roma semusim setelahnya. Mungkin tidak terima disalip rival terberatnya, manajemen Lazio gegabah mengontrak pemain bintang. Ini bahkan saya bilang salah satu transfer paling fatal yang terjadi di Serie-A. Ditambah dengan pembelian Hernan Crespo semusim sebelumnya yang memecahkan rekor nomor 2 dunia sebesar 35 juta pounds, Lazio oleng karena masalah keuangan. Sampai sekarang saya masih belum bisa menemukan alasan selain gegabah dan gengsi untuk manajemen Lazio saat itu yang membuat Lazio hampir bangkrut karena mengahamburkan uang untuk transfer. Crespo masih punya kontribusi lah dengan menjadi top skor pada tahun pertamanya di Lazio, namun tidak dengan Mendieta. Karena kebijakan super buruk ini, Lazio terpaksa kehilangan pemain-pemain bintangnya seperti Nesta, Nedved, Veron, Claudio Lopez, dll di masa depan karena kesulitan keuangan. Bahkan saya dengar pada masa tersulitnya, Lazio membayar gaji pemainnya dengan ditukar saham! Beruntung berangsur-angsur Lazio masih selamat tidak mengalami nasib sama seperti Fiorentina yang dinyatakan bangkrut dan otomatis terdegradasi ke Serie-C 1.

Secara keseluruhan statistik Mendieta bersama Lazio adalah 27 pertandingan dengan jumlah gol sama dengan 0. Kegagalan pemain ini juga disebut-sebut mempengaruhi pemain-pemain Spanyol yang ingin menuju Italy untuk berpikir 2 kali, takut mengalami hal yang sama seperti Mendieta ini. Pemain mahal tersebut hanya bertahan selama satu musim di Lazio sebelum dipinjamkan ke Barcelona 1 musim saja. Diakhir karirnya dia mencoba peruntungan di Inggris dengan bergabung dengan Middlesbrough total selama 4 tahun. Di klub Inggris ini, penampilannya bahkan tidak ada perkembangan sama sekali, di musim keduanya dia mengalami cidera parah yang membuatnya kehilangan tempat di tim utama dan begitu seterusnya sehingga tetap menjadi penghangat bench sampai akhir kontrak pemain ini yang juga menjadi perpisahannya dengan sepak bola di usianya yang ke 34 tahun (Total statistiknya dengan Middlesbrough : 72 pertandingan dengan 6 gol).

Bakat besar Eropa yang berakhir cukup menyedihkan.

Kesimpulan

Masing-masing pemain ini saya punya kesimpulan sendiri kenapa bisa penampilan mereka begitu anjlok drastis yang bahkan mengahuncarkan karirnya karena tidak mampu bangkit lagi. Semoga diantara teman-temann sekalian ada yang sependapat dengan saya.

1. Michael Owen

Ketiga pemain ini sama-sama pernah cidera, namun yang paling buruk dan paling berpengaruh terhadap karirnya tentu Michael Owen. Setelah pindah dari Liverpool berita cidera lebih banyak saya dengar tentang pemain ini dibandingkan penampilannya. Disamping itu kenapa juga dia memilih Real Madrid sebagai destinasi barunya ? disana ada 2 striker kelas dunia yang sudah mengunci posisi striker yaitu Ronaldo dan Raul Gonzalez. Penampilan dan nama besar kedua pemain itu tentu tidak bisa disingkirkan begitu saja oleh Owen saat di Madrid. Jikalau dia bertahan di Liverpool atau minimal cermat memilih klub baru mungkin karirnya tidak begini. Mungkin saja kan ?!?

2. Andriy Shevchenko

Kalau Shevchenko ini mudah saja menganalisa kenapa dia bisa gagal di klub barunya. Karena transfernya ke Chelsea bukanlah murni keinginan Jose Mourinho, pelatih Chelsea saat itu. Kalau sudah pelatih tidak begitu sreg dengan satu pemain, ketika gagal pemain itu menunjukan performa yang hebat, dengan senang hati pelatih akan menyimpanannya di bench.

3. Gaizka Mendieta

Untuk pemain yang satu ini, analisa saya lebih kepada gaya permainan sepak bola Itali yang tidak cocok dengannya dan tekanan yang berlebihan kepada pemain ini. Semua juga tahu di Spanyol kemenangan saja tidak cukup, harus dengan  permainan menarik dan menyerang baru bisa dihargai oleh fans. Sehingga permainan gaya menyerang dengan kecepatan dan tehnik cocok dengan mendieta yang dianugrahi speed kenceng dan bertehnik, berbeda dengan Itali yang fansnya menuntut victory only. Terserah bagaimana permainan timnya, yang penting menang. Di Itali permainan taktik dan sabar lebih berhasil ketimbang tehnik dan kecepatan. Berbeda jauh dengan tipe dari Mendieta. Itulah kenapa saya bilang ini kebodohan transfer manajemen Lazio.

Dari ketiganya, saya menilai satu persamaan kenapa mereka gagal untuk bangkit. Mental mereka sudah hancur karena frustasi.  Ini adalah pemain yang mempunyai curriculum vitae mentereng. Reputasi mereka, harga transfer yang wah, gaji yang tinggi, ekspektasi publik dan tim, serta target yang ambisius sungguh akan memberikan beban dan tekanan yang hebat pada pemain bintang manapun.

Bukankah mereka pemain dengan mental yang sudah teruji ? tapat sekali ! mereka adalah pemain yang terbiasa bermain di level atas dan selalu dilibatkan saat bermain di level itu oleh pelatih dan timnya. Tapi bagaimana rasanya jika pemain yang terbiasa bermain sebagai central permainan itu duduk dengan jaket tebal di bangku cadangan karena tidak bermain baik seperti mereka biasanya ? bayangkan rasa frustasi dan hancurnya mental mereka. Jika mereka “hanya” pemain muda potensial, mereka bisa menerima itu jika kalah bersaing dengan pemain yang lebih matang, selanjutnya bagaimana masa depan pemain muda itu ya kembali kepada pemain muda itu. Jika itu terjadi pada pemain yang sudah diambang pensiun, lebih mudah lagi, mereka bisa sadar diri lalu memustuskan menuju sebuah liga yang tidak seketat liga top eropa atau langsung pensiun karena memang sudah waktunya.

Bukankah semakin tinggi kita jatuh akan semakin sakit ?

Yah, mungkin itu saja dulu. Yang ingin menambahkan pemain lain yang melakukan transfer fatal bisa rekan-rekan tambahkan di forum koment, ayo kita diskusikan.

Silahkan jika teman-teman berkenan untuk melakukan analisa sesuai topik ini di form komentar. Terima kasih sudah mampir untu membaca.

Salam virfast.net

Sumber info : wikipedia, transfermarkt, kompas bola


Posted

in

by

Tags:

Comments

3 responses to “Transfer yang Menghancurkan Karir”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *